Orang bilang, jika ingin melihat masa depan, lihatlah
masalalu. Dulu kupikir itu bodoh, sekarang aku sadar, kita tidak pernah lepas
dari masa lalu. (Deckard Shaw)
Saat aku melihat anak usia belasan begadang di pinggir
jalan, aku seperti mendapati diriku beberapa tahun yang lampau. Segala tentang
yang pernah tampak nyata di hadapanku, seperti kisah yang difilmkan. Scene
perscene, slide demi slide terputar begitu rupa di dalam ingatan. Bahkan prolog
itu, ahh,, bagaimana aku tidak tersipu? Meski sebagian tampak buram, namun
secara keseluruhan jelas terpampang. Namun seindah apapun masa lalu, itu
hanyalah masa lalu. Kalaupun terulang, rasa dan suasananya tentulah berbeda.
Apalagi masa lalu yang kelam, rasanya ingin amnesia saja.
Aku ingat betul masa-masa itu, hanya saja aku tidak mau
membicarakannya. Itulah mengapa selalu kukatakan bahwa aku tidak punya masa
lalu. Bukannya melulu buruk, Cuma menggelikan untuk diceritakan. Sarat kekonyolan-kekonyolan
khas remaja yang tidak pada umumnya. Tetapi tegasnya sudah bisa terbaca; sangat
mengesankan. Tentunya engkau pernah mendengar pitutur ngawur yang menyatakan
bahwa belumlah lengkap dikatakan seorang pria jika belum pernah nyolong mangga.
Begitulah kenakalan remaja ditafsirkan sebagai hal biasa, keumuman dan sebuah kewajaran.
Kini kusadari bahwasanya waktu merupakan keberuntungan, sebuah kehormatan mampu melaluinya. Ia bergerak selayak obat anti nyamuk bakar, spiral. Kita tidak akan berada di kondisi yang sama meski dalam posisi yang sama.
Kini kusadari bahwasanya waktu merupakan keberuntungan, sebuah kehormatan mampu melaluinya. Ia bergerak selayak obat anti nyamuk bakar, spiral. Kita tidak akan berada di kondisi yang sama meski dalam posisi yang sama.
Post a Comment